Aku Ingin Seperti Ibu.

 





Aku Ingin Seperti Ibu.


Karya  :  Syafrina, S.Pd.SD

            “Apa yang sedang ibu lakukan ?” Hesti, siswaku yang duduk di kelas IV Sekolah Dasar, mendekat ketika melihatku sedang mengetik, Kami sedang berada di perpustakaan. Aku memang sering berada di sana. Rasanya nyaman kalau waktu istirahat bisa membaca dan mengetik apa saja yang kumau.

            “Ibu sedang membuat karangan untuk keperluan buku ibu.”

“Ibu hebat, bisa menulis buku.”

“Tidak juga sayang. Hesti juga bisa kok menulis.”

“Tapi Hesti tidak berbakat mengarang, Bu.”

“Kata siapa Hesti tidak bakat mengarang ?”

“Tapi memang benar, Bu.”

“Sudah pernah mencoba ?”

“Belum bu.”

“Coba saja dulu. Hesti boleh menulis apa saja.”

“Boleh menulis tentang orang dahulu, Bu ?”

“Boleh. Pokoknya apa yang ada di pikiranmu, tulis saja semua.”

“Hesti tidak bisa mengetik, Bu.”

“Tidak apa-apa. Tulis saja di buku bekas. Adakah buku bekas kakak yang masih mempunyai halaman kosong ?”

“Banyak, Bu.”

“Tulis saja di situ, nanti ibu tolong mengetiknya.”

“Baik bu, akan Hesti coba.”

“Besok perlihatkan karanganmu pada ibu, ya.”

“Ya, Bu.”

Hesti benar-benar menulis. Pagi-pagi dia memperlihatkan karangan yang hanya satu halaman dan itu pun sangat kacau. Koma dan titik tidak pada tempatnya. Kalimatnya tidak tersusun. Tulisan pun sulit untuk dibaca.

“Karangan Hesti sudah bagus. Nanti buat cerita lagi ya.”
“Cerita apa, Bu ?”

“Misalnya tentang seorang anak ditinggal ayah, kegiatan di sekolah maupun di rumah.”

“Hesti akan menulis tentang jalan-jalan ke waterboom, boleh. Bu ?”

“Boleh.”

Seperti biasa keesokan harinya dia menyetor karangan lagi.

“Hesti, ini ceritanya belum tamat, kan ?”

“Belum, Bu. Pusing memikirkan idenya.”

“Buat apa pusing. Tambahkan saja masalahnya.”

“Masalah apa, Bu.”

“Misalnya sedang asyik bermain, turun hujan lebat, atau ban mobil bocor.”

“Ya, Bu nanti Hesti akan tambahkan.”

“Pada akhir cerita, buat pemecahan masalahnya.”

“Contohnya, Bu.”

“Ya kalau ban bocor, bisa pergi ke bengkel dengan cara mendorong atau minta bantuan orang lain. Akhirnya ban mobil ditambal dan bisa jalan lagi.”

Karangannya semakin menunjukkan perkembangan. Awalnya satu halaman, kemudian dua, tiga dan seterusnya sampai 800 kata. Aku  tak bosan-bosan membimbingnya.

“Kalau Hesti bisa menulis 10 buah cerpen , akan ibu bawa launching buku ke kabupaten. Kalau ada uang nanti akan ibu bawa  perpustakaan nasional di Jakarta.”

“Benar, Bu.”

“Insyaallah.”

“Kita akan pergi bersama, Bu ?”

“Iya pergi bersamalah sayang. Emang Hesti bisa sendiri ?”

“Tidak, Bu. Nanti anak cantik ibu hilang.”

“Cie… kamu bisa saja.”

“Tapi Hesti memang cantik kan, Bu.”

“Ihhh… manja amat ni anak.”

“Hahaha…” Kami berdua tertawa. Ada-ada saja yang diomongi bersama anak ini. Pantas dia bisa mengarang.

Karangan yang sudah selesai diedit satu persatu. Sambil mengeditnya kuberi arahan agar ceritanya lebih rinci.

 “Buat sebuah cerita lagi mengenai perkelahian, Hesti kan sering melihat teman berantem ?”

“Pernah, Bu. Di TV juga banyak filmnya.”

“Buatlah seperti itu, tapi ceritanya jangan sama.”
“Boleh mengambil dari karya ibu ?”

“Boleh, asal dibuatkan sumbernya dan kalimatnya diubah. Nanti  dibuatkan daftar pustaka agar tahu buku mana yang diambil. Kalau bukumu sudah selesai akan ibu kirim ke penerbit.”

“Biayanya bagaimana, Bu.”

Biayanya satu buku Rp.399.000,00, akan diberi cover dan diurus ISBN kemudian kamu akan mendapat 6 buku.”

“Tapi Hesti tidak punya uang sebanyak itu, Bu.”

“Jangan dipikirkan. Nanti ibu akan bicara sama bundamu.”

Semangat menulisnya semakin terbentuk. Aku dengan sabar mengarahkan. Tulisannya semakin hari semakin bagus.

“Ternyata sulit ya, Bu.”

“Itu karena kamu belum terbiasa. Kalau sudah terbiasa, pasti akan kecanduan. Pokoknya kita harus  rajin, jangan malas, jangan mudah putus asa, berdo’alah agar Tuhan memberi kemudahan.”

“Hesti, menulis itu jangan jadi beban, jangan sampai meninggalkan pelajaran. Kita akan ujian semester, menulis bisa kamu stop dulu, nanti setelah ujian diulang lagi”

“Iya, Bu, Hesti akan rajin belajar.”

“Buktikan kalau menulis bisa meningkatkan prestasimu.”

Diperingatan Hari Guru Nasional, dia benar-benar kuajak launching buku di kabupaten dan disaksikan oleh Bupati dan Kepala Dinas Pendidikan. Bangga rasanya bisa membawa anak yang berbakat. Anak yang berasal dari keluarga sederhana bisa mengikuti launching buku, kelas empat lagi. Waahhh….

Terlihat kegembiraan terpancar dimatanya. Bundanya pun ikut bangga.

“Pokoknya saya serahkan pada ibu untuk membimbing anak kita.” Kata bundanya disuatu hari. Bundanya adalah temanku sejak kecil. Kami dulu sekolah di SD yang sama dan kelas yang sama juga.

“Saya akan berusaha semaksimal mungkin mengasah bakatnya.” Jawabku.

“Tapi jangan mempengaruhi belajarnya, Bu. Nanti jangan-jangan dia lalai. Usahakan belajar tetap nomor satu.”

“Ya jelas ada pengaruhnya, tentu kearah yang lebih baik. Kalau arahnya ke negatif lebih baik tidak perlu menulis. Kita lihat saja nanti perkembangan prestasinya.”

“Ya begitulah bu, yang namanya orang tua, kecemasan selalu ada.”

“Asalkan kita sama-sama berusaha, Bunda.”

Ujian semester satu sudah selesai. Kusarankan Hesti menulis lagi, dalam jangka waktu lima hari dia sudah menyelesaikan dua cerpen. Pada pengumuman peringkat kelas dia mendapat juara dua. Padahal dia belum pernah juara kelas sebelumnya.

Dengan bukti yang ada, terbukti bahwa menulis juga dapat meningkatkan prestasi siswa. Jadi jangan segan-segan untuk menulis. Banyak keuntungan yang kita petik dari menulis diantaranya, beban perasaan akan berkurang, daripada menulis status di facebook barangkali akan menyinggung perasaan orang lain.

Adakalanya status kita itu tepat sasaran, kita hanya menulis sekedar status, tapi bisa menjadi prahara bagi orang lain. Jadi lebih baih menulis di buku saja.

Selamat berkarya Nak, semoga banyak anak-anak yang lain mengikuti jejak langkahmu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

TENTANG PENULIS

 



Perempuan bernama lengkap SYAFRINA, S.PD.SD Lahir di Nagari Labuah Panjang, Kecamatan X Koto Diatas, Kabupaten Solok, pada tanggal 14 Mei 1978.

Ia merupakan alumni di  DII PGSD STAI SOLOK 2005, dan menamatkan SI di UNIVERSITAS TERBUKA 2013 jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

 

             Mengabdikan diri menjadi Guru  di SDN 21 Labuah Panjang mulai Tahun 2000 sampai sekarang.

             Perempuan yang hobi menulis sejak kecil ini, diberi kesempatan untuk menyalurkan bakat menulisnya sehingga karya-karyanya bermunculan.

Dia sudah menuntaskan beberapa buku solo yaitu  :  Tepian Mimpi, Terbongkar !!! Kiat Menjadi Orang Sukses, Cinta Sejati Untuk Suamiku, Penulis Tangguh dan buku antologi yaitu Spirit of Friendship, Surat Untuk Ayah Ibu. Malaikat Tak Bersayap. Suara Hari Sang Guru,

           Ia bisa dihuhungi melalui sms/wa 085374273628 atau di syafrina210@gmail.com

atau di https:// Bugurusyafrina.blogspot.com



 

 

 

 

Posting Komentar

7 Komentar

  1. Sangat menginspirasi bu....semoga banyak yg mengikuti jejak Hesti...semoga saya bisa juga menginspirasi siswa saya seperti ibu... terimakasih sudah berbagi..🙏

    BalasHapus
  2. Lanjutkan bu...semoga saya bisa mengikuti jejak Anda

    BalasHapus
  3. terimakasih om...
    Mohon bimbingan kurangnya dimana ?

    BalasHapus
  4. Ceritanya bagus. Semoga banyak siswa yg mengikuti jejak Hesti..

    BalasHapus

Berkomentarlah dengan bijak