Disaat Saya Menjadi Plagiator.
Karya : Syafrina, S.Pd.SD
Sudah lama saya menulis kisah ini. Tapi baru sekarang
saya anggap kelar dan saya berani mempostingnya. Walau rasa malu sangat
menyiksa. Arang tercoreng di kening membuat saya bagai manusia setengah mati.
Sebelum tulisan ini dishare, saya minta izin dulu kepada
Om Jai selaku pemilik rumah yang saya bernaung di bawahnya.
Kegiatan
Belajar Bersama Om Jai sudah dimulai. Saya menganggap remeh semua itu.
Terlintas dalam pikiran bahwa saya tidak perlu repot-repot membuat resume.
Cukup blog walking ke beberapa blog dan diambil sedikit-sedikit resume teman
lain, kemudian disadur menjadi satu. Jadi tidak ketahuan jika saya plagiat.
Sebelumnya
saya sudah sering mengikuti pelatihan digelombang lain yaitu, gelombang 4, 9,
11, 14, 17 dan terakhir 18 ini.
Sebenarnya
idak ada keinginan untuk melakukan plagiat. Namun sebuah keadaan yang memaksa
saya untuk itu.
Resume
pertama lolos. Mungkin tim pemeriksa membiarkan karena ini pertemuan pertama.
Malang
seribu malang, saya ketahuan. Resume saya sama dengan peserta lain yang bernama
Bu Tuti. Pak Brian mengumumkan di group. Alangkah malunya saya. Terasa bumi
tidak lagi berputar dan saya tidak berpijak padanya.
“Ini
tulisan Ibu Syafrina dengan Resume Bu Tuti sama. Kalau sama persis dengan
narasumber tidak apa-apa. Tapi kalau sama dengan peserta lain itu namanya
plagiat. Dan saya yakin betul kalau Ibu Syafrina yang plagiat karena yang
mengumpul naskah duluan adalah Bu Tuti. Tolong resumenya diubah lagi.” Begitu kata
Pak Brian.
Saya langsung japri Pak Brian. Jawabannya
tetap sama. Bahwa tulisan saya memang plagiat. Saya tidak bisa membantah. Tidak
bisa berkutik karena saya meninggalkan jejak di blog Bu Tuti dan peserta lain.
Rupanya yang saya baca melekat di kepala dan menghasilkan tulisan yang sangat
mirip.
Ketika
saya konsultasi dengan Bu Tuti terasa kesaahan saya semakin menggunung.
“Bu,
apakah benar tulisan kita sama?”
“Iya,
silahan ibu baca sendiri.”
Ketus.
Itu yang saya rasakan. Walau pun perkatan Bu Tuti sangat identik dengan sikap
ramah. Namun karena sudah malu, roti yang disuguhkan akan terasa pahit. Hati
saya terasa terbakar.
Om
Jai juga saya hubungi, jawabannya tetap sama.
“Tulisan ibu memang sama
dengan Bu Tuti. Gambar pendukung juga sama. Tolong ibu ubah resumenya agar
tidak terkesan plagiat..”
“Tapi
gambarnya memang itu, Om?”
“Kalau
itu Ibu konsultasi dengan Bu Tuti.”
Saya
sudah tidak enak sebelumnya. Tak perlu saya menghubungi Bu Tuti lagi. Akhirnya
saya inisiatif sendiri. Perasaan saya bercampur aduk. Terasa leher ini
dipenggal dengan kampak yang tumpul, memutuskan seitap detail kulit hingga ke
tulang lalu menembus kulit lagi.
Semua
mata seolah tertuju pada saya. Tulisan itu sudah tersebar ke lima Group Menulis
Bersama Om Jai. Saya tergeletak di ruang kehampaan dan kenistaan.
Saya
malu. Nasi sudah menjadi bubur. Jangan harap bisa menjadi beras kembali. Yang
perlu dilakukan adalah bagaimana bubur itu bisa diolah dan dibuat menjadi
makanan yang lezat, sehingga menimbulkan decak kelezatan di lidah yang
menikmatinya.
Saya
marah.
Marah
kepada siapa?
Bu
Tuti?
Om
Jai?
Pak
Brian?
Siapa?
Apa
untungnya saya marah? Apa ruginya bagi beliau? Rumah siapa yang saya tumpangi?
Yang ada, saya akan jatuh lebih tinggi dan menyebabkan saya hancur
berkeping-keping.
Akibat
malunya saya. Saya ingin protes, ingin berontak. Mengapa saya dipermalukan di
depan umum? Mengapa saya tidak di japri saja? Namun apa daya. Saya hanyalah
peserta. Tak mungkin saya marah-marah karena ini adalah rumah yang miliknya
bukan saya.
Sabar Syafrina….
Sabar…
Kemarahan
saya yang terpendam tak mungkin dibiarkan
terus. Butuh media untuk melampiaskannya. Ibarat bisul yang membengkak,
kalau tiak meletus tentu akan menyiksa penderitanya lebih lama. Lalu bagaimana
caranya?
Saya
harus bangkit.
Haram
plagiat.
Saya
harus menguasai materi.
Pelan-pelan
saya meraih laptop dan langsung mengetik. Apa yang terasa, saya ketik saja, walau
tanpa arah dan tujuan. Emosi yang membuncah, saya torehkan pada tutz-tutz yang
setia di depan mata.
Sampai
akhirnya terciptalah sebuah karya berupa cerpen yang berjudul, “Pujilah dengan Lantang,
Salahkan dengan Lembut”, yang saya posting di blog. Mudah-mudahan bisa mengubah
segalanya.
Tulisan
tersebut tercipta hanya dalam sekali duduk. Hanya butuh waktu satu jam saja
tulisan saya sudah jadi.
Aksi
protes ditunjukkan bukan hanya dengan demo, marah dan mengomel. Melalui tulisan
adalah media yang paling tepat. Semoga berguna setiap saat.
Beberapa
saat kemudian ada pula teman yang plagiat, Namanya tidak diumumkan di group.
Hanya layar yang discreenshoot, tanpa menyebutkan nama pemiliknya. Itu juga
berlaku di Gelombang 19, bahwa ada tulisan yang terlihat kembar dipenulisan
resume. Tidak menampilkan nama penulis atau link blognya.
Itu
pertanda bahwa tulisan saya dibaca dan suara hati saya didengar banyak orang. Saya melarang keras teman lain plagiat juga. Tapi kalau memang ada, sebaiknya japrilah pelakunya, agar kepalanya tidak terpotong karena malu.
PUJILAH DENGAN LANTANG SALAHKAN DENGAN LEMBUT
Saya berusaha mengubah resume agar menjadi tulisan
sendiri. Berusaha lebih baik dari sebelumnya. Materi ini saya kuasai. Banyak
tulisan yang sudah ada di blog saya yang bisa dijadikan acuan materi. Temanya
mirip dengan yang ada dimateri yang disampaikan Om Jai waktu itu.
Diantaranya :
-
https://bugurusyafrina.blogspot.com/2021/04/doaku-terkabul.html
-
https://bugurasyafrina.blogspot.com/2021/sendiri.html
hh https://bugurusyafrina.blogspot.com/2021/04/peristirahatan-terakhir.html
Saya
bertekad….
Saya
tidak melakukan blog walking sebelum resume selesai.
Hari
ini juga resume harus kelar.
Maka…
Terjadilah
aksi balap-balapan antara saya dan peserta lainnya.
Hasilnya…
Buku
selesai
Sertifikat
diterima
Saya
lulus…
Lega….
Ada
alasan terjadinya plagiat waktu itu. Saya demam setelah vaksin pertama.
Sedangkan saya bertekad menuntaskan pelatihan. Ingin berada dideretan peserta
yang lulus.
Mulai
saat itu saya berusaha menjadi yang terbaik walau sebenarnya tak mungkin.
Banyak teman yang lebih mahir menggunakan Laptop dan Blogger. Intinya saya masih
minim pengetahuan tentang dunia digital.
Saya
bertekad untuk tidak melakukan blog walking sebelum resume saya selesai. Saya
belajar dan berusaha dengan cara dan gaya saya sendiri. Postingan di blog
mendapat komentar positif dari pembaca. Tak terkecuali para narasumber.
Saya
berusaha sekemampuan saya. Sebisa saya, sembari terus minta bimbingan kepada Om
Jai dan Narasumber lainnya seperti Bu Kanjeng, Bu Aam, Cak Inin dan lain-lain
yang saya japri satu persatu. Begitu juga dengan teman-teman lain yang memperbaiki
tulisan saya dengan japriannya.
Saya
berusaha memposting tulisan-tulisan saya di blog termasuk buku-buku yang sudah
tercipta. Saya tidak ingin teman lain mengalami nasib yang serupa. Malu akibat
plagiat.
Mulai
saat itu saya tidak mau menganggap remeh setiap apa yang saya tekuni. Lebih
baik tidak ikut sama sekali daripada main-main. Saya bertekad dalam hati tidak
akan plagiat lagi. Kapok.
Tentu
ada hikmah di balik semua ini. Resume kedua yang berjudul, “Ide Menulis Oleh
Guru” https://bugurusyafrina.blogger.com/2021/04/resume-2-ide-menulis-bagi-guru.html
yang narasumbernya adalah Om Jai memperoleh viewer terbanyak daripada postingan
saya yang lain. Tercatat 247 pengunjungnya. Itu karena linknya sudah tersebar
kebanyak group.
Pada kesempatan ini saya mohon maaf kepada Om Jai, Bapak
dan Ibu Narasumber, teman-teman di group menulis dan pembaca lainnya yang tidak
bisa saya sebutkan satu persatu.
Mohon
maaf atas ketidaknyamanan ini.
Maukah
Bapak dan Ibuk mamaafkan saya?
Mohon
jawab di kolom komentar
Terimakasih.
Dikesempatan
ini pula saya mengucapkan ribuan syukur kepada Allah SWT, dan ucapan
terimakasih kepada semua pihak yang telah menjadikan saya sebagai seorang yang
percaya diri, tanpa menoleh kiri-kanan lagi, sehingga bisa menyelesaikan buku
kumpulan resume Pelatihan menulis Gelombang 18 yang berjudul, “Menulis Semudah
Berbicara.”
BERSUNGGUH-SUNGGUH
ATAU
TIDAK SAMA SEKALI
maka inilah hasilnya
silahkan dipinang bapak/ibuk
22 Komentar
Jos slmt buku telah terbit smg terbit buku-buku selanjutnya ( Kamila Press Lamongan yg menerbitkan buku MENULIS SEMUDAH BICARA)
BalasHapussemoga pak
Hapusluar bisa, salut dengan bu sfarina, semoga sukses dan sehat selalu
BalasHapusterimakasih om. semoga Om juga sehat selalu
HapusBarakallah. Saya suka tulisan ini
BalasHapusDan tulus dari hati yang paling.dalam. kok saya tidak tau tentang kisah plagiat
Iya Bu Tuti. TErima kasih
HapusTulisan yang luar biasa. Sebuah pengakuan tentang kesalahan yang dipapar dengan apik dan renyah. Terlepas dari isinya, tulisan ini terasa sangat nyaman dibaca. Saya yakin, pembaca buku ibu tidak akan bosan membaca buku yang Ibu tulis. Pantang berhenti sebelum selesai.
BalasHapusTerima kasih telah menginspirasi.
Terimakasih bu Ros.
HapusSilahkan baca yang lain juga
Pengalaman yg menginspirasi bunda, saluttt, sukses terus ke depan bunda🙏👍🌟👏
BalasHapusSelamat sdah nenyelesaikan tantangan di "belajar menulis" Bu
BalasHapusSalam kenal dari saya, Jawahir dari G 10. Sampai saat ini saya belum bisa menyelesaikan latihan saya, tapi ikut lagi di G 20. Semoga bisa ....
Mantap..semangat uni
BalasHapusSemangat bud. Sebetulnya belajar pada umumnya berawal dari meniru. Tapi bu Syafrina super duper hebat. Dari sinilah ibu bangkit & akhirnya tercapai cita-citanya menghasilkan mahkota menulis. Selamat ya...
BalasHapusPengalaman adalah guru terbaik. Semangat terus ya Bu Syafrina.
BalasHapusHigh respect for you bu syafrina. Deeply agree dengan kata tegurlah dengan lembut. Seperti metode mengajar ada hard correction ada juga soft correction.
BalasHapusTerkadang soft correction memberikan impact yg lebih besar dibandingkan hard correction.
Saluutte
why you ask me about online busines in Nigeria? I am not Nigerian.
BalasHapusTetap semangat bu.
BalasHapusSalam Literasi
Sungguh kisah yang sangat seru Bu.
BalasHapusSampai hari ini juga masih ada yang plagiat Bu.
Tapi yang terakhir ini
sudah diingatkan berkali-kali secara person tapi tidak merasa . Dan diulang lagi.
Nah ini yang tidak boleh berlarut
Luar biasa. Saya suka tukisan ibu yang lugas dan apa adanya. Enak dibaca.
BalasHapusSelamat Bu Safrina, tulisan ibu sungguh inspiratif.
BalasHapusomjay sampai beberapa kali membaca tulisan ini, semoga kita bisa jumpa kembali di talang babungo sumatera barat.
BalasHapusCerita yang mengharu biru. Tetap bijak sana ya bu
BalasHapusKisah ibu sangat menginspirasi. memberikan semangat pada saya untuk bisa percaya pada diri sendiri.
BalasHapusBerkomentarlah dengan bijak