Referensi yang Hilang.
Karya : Syafrina, S.Pd.SD
Sebagian buku dibeli secara eceran
oleh pihak-pihak yang mau memberikan apresiasi terhadap karya saya, diantaranya
pihak keluarga, baik dari pihak suami maupun pihak keluarga sendiri. Saya
sangat antusias kepada Pak Wali Nagari yang merupakan pembeli pertama .
Ada
buku yang dibagikan secara gratis. Saya memaklumi bahwa sebuah karya juga perlu
dipromosikan. Namun ketahuilah wahai saudara bahwa menciptakan sebuah karya itu
tidaklah mudah. Yang saya harapkan adalah nilai dari sebuah proses, bukan harga
dari sebuah hasil.
Artinya
jika saya mengharapkan harga dari sebuah hasil, hanya dengan nominal
Rp.40.000,00 buku ini bisa anda peroleh. Tapi kalau saya berharap nilai dari
sebuah proses, buku ini bisa terjual ratusan ribu.
Namun
saya tidak mengharapkan itu. Dibaca saja saya sudah senang. Bacalah buku saya.
Jangan disimpan di dalam lemari dalm keadaan disegel. Lebih baik buku saya
lusuh Karena keseringan dibaca dan itu sangat membuat saya senang. Ketahuilah
wahai pembaca bahwa bagian yang tersulit dari sebuah karya adalah memulainya.
Saya
mulai menulis sejak duduk di sekolah dasar. Kadang-kadang karya saya di luar
nalar teman-teman sehingga tulisan saya sering dijadikan bahan cemoohan atau
bullying. Tapi saya tidak putus asa. Saya menulis diam-diam.
Ide
itu muncul disaat saya sedang galau. Sedih, marah, kecewa, gembira dan
sebagainya. Kalau sudah begitu saya mengambil buku dan pena. Kemudian saya coret-coret
dengan penuh emosi. Sayangnya setelah saya tamat SMP dan sekolah di SMK buku
itu sudah tidak saya temukan lagi.
“Mak,
kemana buku saya ?”
“Buku
yang mana ?”
“Buku-buku
saya sewaktu SD dan SMP. Buku-buku kakak juga tidak ada.”
Walaupun
kami bukan berasal dari keluarga yang berada. Bahkan hidup dibawah garis
kemiskinan. Pendidikan tetap nomor satu. Kakak sulung saya tamat SMA. Jarang-jarang
ada anak yang tamat sekolah waktu itu.
“Mak
jual ke tukang rongsokan.”
“Aduh
mak. Mengapa ilmu kami mak jual? Susah dapatnya mak. Mak sudah susah-susah
mencari uang untuk kami agar mendapatkannya. Sekarang semua sudah hilang.”
“Maafkan
Mak. Mak nggak tahu kalu itu masih berguna. Buku itu sudah jelek-jelek. Ada
yang lapuk dimakan rayap dan sarang semut”
“Mak,
itu pelajaran PKK ada tentang Well Groomed sudah tidak akan dipelajari lagi di
SMP.”
“Sekali
lagi mak minta maaf. Mak ndak tahu kalau buku itu masih berguna, daripada jadi
sampah saja akhirnya mak jual.”
“Nggak
apa-apa mak, mak tak perlu sedih. Yang lalu biarkan sajalah mak. Emang mak
dapat berapa kilo?”
“60 kg dapat uang Rp.60.000.”
“Kita
belinya ratusan ribu, mak.”
“Iya,
kata orang yang melihat itu buku dibeli mahal-mahal sekarang harganya cuma
segitu.”
“Lain
kali jangan jual buku kami sembarangan mak. Sayang kalau ilmunya hilang.”
“Tak
lah. Mak takkan jual buku kalian lagi tanpa izin. Sekali lagi maafkan mak.”
“Sudahlah
mak. Tak perlu sedih. Sesekali salah itu biasalah mak.”
Sejak
saat itu mak tak mau menjual buku kami lagi tanpa izin. Pernah ada tamu datang
ke rumah. Dia bilang tidak mau menjual dan membuang buku anaknya. Nanti suatu
saat berguna. Biarkan saja disimpan dalam lemari.
Ketika
SMP saya suka menulis dibuku harian. Ada sebuah buku yang tersisa yaitu sebuah
buku harian kecil bersampul batik. Sebuah buku harian dengan coretan kata-kata
perpisahan oleh teman-teman.
Sengaja
saya menyisihkan sebagian hasil penjualan cabe rawit untuk bisa membeli buku
itu. Untung tidak ikut terjual. Sampai 25 tahun buku itu masih ada. Lucu
rasanya baca tulisan saat remaja. Tulisan jadul lucu deh.
Masih
segar dalam ingatan saya, ketika hari Minggu saya dan teman-teman menyusuri
jengkal demi jengkal perkebunan sawit hanya demi memperoleh setengah kilogram
cabe rawit.
Cabe
rawit tersebut dijual ke warung tetangga. Uangnya saya belikan sebuah buku
harian.
Ada
guru IPS pindah dari SMA ke SMP tempatku sekolah. Yang namanya guru SMA tentu
wawasan beliau sangat luas. Beliau membimbing kami menciptakan majalah dinding (mading)
sekolah yang diterbitkan sebulan sekali. Alhamdulillah disetiap ada kesempatan
tulisan saya dimuat. Ada-ada saja tulisan yang tercipta, diantaranya Cerpen,
pantun, puisi. Bahannya berasal dari berbagai sumber seperti koran dan majalah
bekas. Ada jaga dari buku-buku perpustakaan sekolah. Jangan harap ada internet
saat itu, listrikpun belum ada.
Buku
Tepian Mimpi saya rilis selama 3 tahun. Waktu itu saya hamil anak ketiga. Proses penulisan berlanjut dan kelar setelah anak saya berumur
2 tahun. Benar-benar waktu yang cukup panjang.
Itu
semua berkat teman yang mengajak saya ikut pelatihan menulis ditambah lagi
dengan like-coment status di medsos. Sampai akhirnya saya bertemu dengan diklat
online menulis. Saya ikuti sehingga naskah saya rampung dan siap diterbitkan.
Alangkah
gembiranya hasil saya menerima karya pertama. Buku itu saya bagikan gratis bagi
yang minta, dan saya jual bagi yang mau membeli. Saya merasa tidak percaya, kok
bisa ya? Kalau mau berusaha, Allah pasti bantu.
Buku
kedua “Kerbongkar !!! Kiat Menjadi Orang Sukses.” saya selesaikan dalam jangka
watu kurang dari satu bulan. Benarkan,,. yang lebih sulit dari sebuah karya adalah memulainya.
Saya ingin menulis minimal satu buku dalam
satu bulan. Tapi kadang-kadang saya terlalu sibuk dengan administrasi sekolah
dan administrasi kelas. Rasa malas juga sering menghampiri. Jangankan menekan
tusz-tuzs pada keyboard laptop, menulis dikertas kecil saja malasnya minta
ampun.
Itu
tantangan. Aku harus melewatinya. Kita harus memaksakan diri. Atau tidak
mendapat apa-apa. Semangat..
Alhamdulillah,
sampai saat ini saya sudah menerbitkan 15 buku. Yaitu 5 buku solo dan 10 buku
antologi. Saya berharap bisa menerbitkan buku lebih banyak lagi. Mohon doanya
saudaraku…
Buku Solo Kedua
5 Komentar
Wow, keren. Sudahbbegitu banyak karya yang tercipta. Memulai itu memang sulit. Alahamdulillah, sekarang saya sudah mulai belajar. Semoga dalam perjalanannya lancar, bisa menerbitkan buku seperti ibu.
BalasHapusKeren buku solonya
BalasHapusHebat bu. Karyanya sudah banyak. Memang benar memulai menulis susahnya...
BalasHapusWah hebat, luar biasa pencapaiannya bu! Sangat menginspirasi.
BalasHapussuka suka
BalasHapusBerkomentarlah dengan bijak