Resume 9. Mental dan Naruli Penulis.

 



 

Resume           :  9

Hari/Tanggal  :  Jum’at, 23 April 2021

Tema               :  Mental dan Naruli Penulis

Nara Sumber  :  Ditta Widya Utami, S.Pd, Gr

Penulis             :  Syafrina

Gelombang     :  18

 

 

Profil Narasumber

Ditta Widya Utami, S.Pd.Gr. adalah salah satu guru IPA di SMPN 1 Cipeundeuy, Subang, Jawa Barat. Lahir di Subang, 23 Mei 1990. Menikah dengan Muhammad Kholil, S.Pd.I. dan telah dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Muhammad Fatih Musyfiq. Selain aktif di MGMP, Penulis , juga aktif di bidang literasi. 

 

Siang ini Jum’at, 22 April 2021 memasuki pertemuan ke-9 dengan narasumber muda, cantik jelita, dengan sejuta talenta. Beliau adalah Ditta Widya Utami, S.Pd. Gr. Sedangkan sebagai Moderatornya adalah Bu Aam Nurhasanah, S.Pd.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi wa barokatuh. Tema siang ini adalah Mental dan Naluri Penulis. Untuk mengefektifkan waktu, kepada narsumber  muda kita, Neng Ditta, silakan memasuki kelas.” Bu Aam memulai pelatihan.

            Setelah Bu Aam, sang moderator cantik mempersilahkan, Bu Ditta memulai menyajikan materi.

“Terima kasih Bu Aam yang hebat dan selalu menginspirasi. Assalamu'alaikum Warahmatullahi wa barokatuh.”

“Apa kabar Bapak/Ibu yang berbahagia? Senang sekali saya bisa kembali menemani Anda di kelas Pelatihan Belajar Menulis ini (setelah sebelumnya menjadi moderator. Hehe).

Hari ini, siang ini ...

Mungkin masih ada yang harus divaksin, ada yang disibukkan dengan seleksi guru penggerak, persiapan seleksi CPNS/PPPK, Ujian Sekolah, challenge terkait tulis menulis dan tentu saja persiapan berbuka. Namun, semoga tidak mengurangi rasa kebersamaan kita di grup ini.

 

Mental dan Naluri Penulis.

1.      Mental Seorang Penulis

Antara teknik menulis dan mental seorang penulis adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan.

Di kelas pelatihan menulis ini, Bapak dan Ibu tentu sudah dan akan mendapat berbagai materi yang berhubungan dengan teknik menulis.

Bagaimana membuat outline tulisan, membuat judul, teknik menulis sekali duduk, dsb. ?

Ibarat jiwa dan raga. Teknik menulis dan mental penulis, keduanya harus ada agar penulis dan tulisannya bisa "hidup".

Teknik menulis mencakup kemampuan seseorang dalam menulis. Mulai dari pemilihan kosa kata, kemampuan membuat outline, pemahaman mengenai gagasan utama, berbagai jenis tulisan, serta pengetahuan lain yang bersifat teknis.

Sedangkan mental penulis merujuk pada kondisi psikologis atau batin si penulis itu sendiri.

Mental apa saja yang harus dimiliki penulis, saya tuangkan dalam bentuk mind map dan video materi yang bisa disimak pada link berikut :

-          https://dittawidyautami.blogspot.com/2021/01/menjadi-narasumber-di-wag-17-pelatihan.html?m=1

 

 

Salah satu mental yang harus dimiliki adalah siap belajar.

 

 

 

Dilihat dari keseimbangan teknik dan mental penulis, maka ada 4 Tipe Penulis, yaitu :

1. Dying writer

Tipe pertama adalah Dying Writer atau penulis yang sekarat. Termasuk dalam kategori ini adalah mereka yang lemah secara teknik pun lemah mentalnya sebagai seorang penulis.

Seolah hidup segan mati tak mau. Misalnya ikut pelatihan menulis setengah hati (lemah mental) dan tidak berkarya membuat tulisan (yang bisa jadi karena lemah teknik, tidak tahu bagaimana harus menulis, mendapatkan ide, dsb)

Tipe ini bukan berarti tak mampu membuat tulisan. Hanya saja, diperlukan upaya ekstra agar orang-orang ini "mau" hidup sehat kembali untuk menulis.

Ibaratnya menjadi penulis masih sekedar angan-angan tanpa aksi nyata.


 

2. Dead Man

Tipe kedua adalah Dead Man. Sesuai namanya, tulisan dari kategori ini "mati". Tidak diketahui keberadaannya. Terkubur di folder laptop. Terbungkus lembaran diary. Atau notes yang ada di hp. Belum terpublish.

Tekniknya ada (sudah mampu menulis), hanya mentalnya masih lemah (malu, takut dikritik dsb) sehingga tidak berani mempublish tulisan. Belum berani membuat buku atau artikel. Padahal ilmu tentang kepenulisannya sudah mumpuni.


3.      Sick People

Tipe ketiga adalah Sick People. Orang-orang dalam kelompok ini adalah yang masih lemah teknik menulisnya namun sudah cukup memiliki mental seorang penulis sehingga sudah berani mempublish tulisannya.

Mereka sudah siap jika ada yang mengkritik, mengomentari tulisan mereka dan sejatinya sadar masih terdapat kekurangan dalam tulisannya.

Misal typo, penggunaan kata yang sama berulang kali, paragraf yang terlalu panjang, dsb.

Obat bagi kategori ini tentu saja terus menulis. Tingkatkan jam terbang dalam menulis. Insya Allah dengan sendirinya akan sembuh.

Karena semakin banyak menulis, semakin banyak review, semakin banyak baca, sehingga bisa meminimalkan kesalahan dalam penulisan karya.

 


 

4.       Alive

Terakhir tentu saja kategori terbaik, yaitu Alive, yaitu penulis yang tulisannya hidup dan senantiasa berkarya seperti jantung yang terus berdetak saat pemiliknya bernyawa.

Orang-orang dalam kelompok ini sudah bisa dikatakan "ahli" menulis (kuat teknik) serta kuat mentalnya.

Cirinya mudah. Meski tingkatan ahli ada pemula, menengah dan sangat ahli, tapi secara umum kita bisa mengenali mereka.

 

Misal saat menulis sudah seperti kebutuhan primer seperti makan. Ibaratnya, jika tak makan akan lapar. Begitu pula mereka yang hidup dalam menulis. Akan lapar menulis bahkan jika sehari saja tak membuat tulisan.

Ciri yang paling kentara dari kelompok ini tentu saja seperti juara lomba menulis, bukunya tembus di jurnal nasional, di media massa, dsb.

Kelompok Alive ini termasuk kategori pembelajar sejati. Selalu berproses. Mampu hadapi tantangan menulis (meski puasa tetep nulis, walau sibuk menyempatkan nulis, dsb)

Omjay, Mr. Bams, Bu Kanjeng, Pak H. Thamrin, moderator hebat kita kali ini Bu Aam, bahkan Bapak dan Ibu yang selalu bisa membuat resume bisa dikatakan dalam kategori ini.

 


 

Apakah kita bisa menjadi alive? TENTU BISA!

Yang penting terus aktif menulis dan pupuk mental penulisnya.

 


 

 

Apa yang Anda takutkan ketika menulis/mempublish tulisan?"

Ternyata dari 30 jawaban yang masuk, sebagian besar bisa dikategorikan menjadi 2 macam ketakutan, yaitu :

a.       Takut terkait teknik penulisan (misal takut tidak sesuai kaidah penulisan, tidak sesuai aturan penerbit, alur dan pesan tulisan yang masih belum tampak, serta ketakutan lain yang sejenis)

b.      Ketakutan yang berhubungan dengan (penilaian) dari orang lain. Misalnya takut dicemooh, diejek, tidak dibaca, dsb.

c.        Sedangkan 3 orang lainnya menyatakan tidak memiliki ketakutan. Nah inilah yang patut kita contoh.

Teknik menulis akan membaik jika kita sering berlatih menulis. Mental penulis akan terbentuk ketika kita terus melatih diri mempublikasikan tulisan kita untuk dibaca oleh orang lain.


Jika mau jadi penulis hebat, kita harus mau meningkatkan teknik dan mental menulis kita.

 

2. Naruli Penulis

Pengertian naluri menurut KBBI online.

na·lu·ri n 1 dorongan hati atau nafsu yang dibawa sejak lahir; pembawaan alami yang tidak disadari mendorong untuk berbuat sesuatu; insting; 2 Psi perbuatan atau reaksi yang sangat majemuk dan tidak dipelajari yang dipakai untuk mempertahankan hidup, terdapat pada semua jenis makhluk hidup;

Penulis sejati berangkat dari keresahannya. Membuatnya berbuat melalui "tulisan". Ia mengubah dunia dengan tulisan. Mengubah orang-orang melalui goresan tintanya.

Orang yang memiliki naluri penulis, akan mengoptimalkan seluruh inderanya sehingga bisa menghasilkan karya berupa tulisan.

1.      Ada banjir yang melanda, dilihat di depan mata banyak orang mengungsi dsb, kemudian tergerak membuat tulisan.

2.  Ada lagu syahdu yang bisa menjadi renungan, ia tuangkan dalam bentuk tulisan.

 

“Kenali diri Anda dan lingkungan Anda, lalu buatlah tulisan. Maka karya karya yang anda hasilkan akan mengasah naluri penulis dalam diri kita.”

 Demikian Bu Aam materi siang ini. Saya kembalikan ke moderator. Bu Ditta menutup materinya. Acara dilanjutkan dengan sesi Tanya jawab.

 

P1

Assalamualaikum...

Bu Aam...Bu Ditta..

Saya Syafrina dari Padang..

Ingin  bertanya...

Siapapun kita, dimanapun kita tentu ingin menjadi alive..untuk menuju ke sana tentu tidak mudah dan melalui proses yang bertahap..

Bagi saya yang mengganggu mental saya adalah ketika andai  tulisan saya tidak berkenan di sanubari seseorang atau kelompok  orang...apalagi jika harus berurusan dengan hukum

Bagaimana cara mengatur tulisan agar kita tidak terseret hukum ? Misalnya tulisan yang mengkritik tapi dikemas indah...

Terimakasih

Jawab  :

Wa 'alaikum salam

Bu Syafrina

Di negara kita ini memang bisa dibilang orang-orangnya masih antikritik. Belum siap dikritik, tapi senang mengkritik.Agar tidak berurusan dengan hukum, hindari hal-hal terkait SARA.Jika ingin mengkritik salah satu yang aman adalah melalui kolom media massa, misalnya surat pembaca.Jika ingin mengkritik namun dikemas indah, salah satunya gunakan konotasi. Majas, pantun atau puisi. Melalui kisah pun kita bisa mengkritik.Jika masih khawatir, sebaiknya jangan langsung sebutkan nama/badan yang kita kritik.

 

P2

Anita Bekasi

Assalamu'alaikum

Bu Aam dan bu Ditta,

Mau minta sarannya dong, bagaimana mengatasi supaya tidak mudah down dalam menulis.Misalnya, sudah pede mau mempublikasikan tulisan, setelahnya tidak ada yang memberi komentar. Atau terlambat mengirim resume, bisa langsung down, kecil hati, gak mau terpacu lagi. Yg ada dipikiran selalu : yg penting nulis, terserah mau dilirik apa gak? ☺️

Terima kasih

Jawab  :

 Wa 'alaikum salam

Saran saya upgrade niat/target menulisnya. Membuat resume di pelatihan ini kan tidak dibatasi waktu. Itulah enaknya pelatihan ini.Artinya, jika belum sempat menulis hari ini, kita masih bisa menulis resume esok atau lusa. Meski baiknya di hari yang sama agar materinya masih hangat di kepala.Agar tidak cepat down, buat target yang lebih besar. Misal jika mulanya hanya ingin membuat resume, upgrade jadi membuat buku dari resume. Maka, meski telat, insya Allah kita akan tetap semangat membuat resume karena punya target yang lebih besar.Semakin detail tujuan/target semakin bagus. Catumkan saja kapan buku resume akan dicetak, penerbit mana, berapa halaman, dsb. Insya Allah memotivasi untuk selalu menulis.

 

P3

 

Assalamualaikum bu Aam dan bu Ditta..

Sungguh materi yang luar biasa...

Saya Weni Elisa dari Sijunjung

yang ingin saya tanyakan 1.Bagaimana cara mengenali kelemahan dan kekuatan kita dalam menulis?? Jujur saya masih bingung tipe penulis seperti apa saya? dan bagaimana gaya menulis saya.2. Bagaimana mengelola rasa takut mgkn salh satu mental.block yg harus saya enyahkan karena ada teman yg " mencemooh" saya yg lagi belajar menulis ini.

Jawab  :

Terimakasih bu Aam dan Bu Ditta🙏

Bu Weni yang baik hatinya,

Oh iya tidak ada komentar bukan berarti tidak dibaca orang ya Bu. Saya pun kalau speechless kadang tidak bisa berkomentar. Tapi dalam hati berterima kasih pada penulisnya. So semangat sebar link tulisan. Sungguh tidak ada yang mengenali diri kita sebaik kita sendiri. Orang memang bisa menilai kita, tapi seperti apa kita sesungguhnya hanya kita yang tahu. Namun ada pepatah mengatakan, bahwa jika kamu ingin tahu siapa dirimu, bertanyalah pada sahabtmu. Karena ia akan mengungkapkan kelebihan dan kekuranganmu tanpa melebihkan atau menguranginya. Jadi, jika belum bisa mengenali kelemahan dan kekuatan dalam menulis, ibu bisa meminta bantuan sahabat ibu untuk mengomentari. Atau, tanyakan pada ahlinya. Bu Aam misalnya.

Gaya menulis sedikit banyak dipengaruhi dari minat kita dalam membaca. Jadi seperti apa yang ibu baca, itulah yang biasanya membawa ibu pada gaya menulis tertentu. Misal orang yang senang sastra, dalam tulisannya gaya bahasanya pasti menggunakan diksi diksi indah.

 

2. Jawabannya ada di foto terakhir yang saya share ya. Semoga suatu saat bisa saya gali lebih dalam.

 

Salah satu mengelola rasa takut adalah dengan mengenali apa yang kita takutkan.Bu Weni sudah bagus telah mengenali apa yang ibu takutkan.Mungkin prinsip ini bisa membantu :

Kita tak kan pernah membahagiakan seluruh penduduk bumi. Tapi pasti, akan ada yang merasakan manfaat dari apa yang kita lakukan/tulis. Maka, walau pun ia hanya seorang, berbahagialah. Karena kita masih bisa menebar manfaat padanya.

Gelap itu ada karena ketiadaan cahaya. Maka, fokuslah pada titik terang, bukan titik gelapnya.

 

Demikian yang dapat saya simpulkan siang ini. Mudah-mudahan saya bisa menyerap dan menerapkan pembelajaran kali ini Amin..

 

 

 

Solok, 23 April 2021

Syafrina, s.Pd.SD

https://bugurusyafrina.blogger.com

 

 

Posting Komentar

4 Komentar

  1. Hebat... Keren resumenya. semangat biar jadi buku ya resumenya nanti.

    BalasHapus
  2. Mantaaap resumenya bu, komplit bangeeet.

    BalasHapus
  3. Terima kasih sudah berkenan membuat resumenya, Bu Syafrina 😊🙏🏻 oh iya, sedikit koreksi, Jumat kemarin itu tanggal 23 April 😊

    BalasHapus

Berkomentarlah dengan bijak